Darmediatama – Apa yang membuatmu khawatir? Saya bertanya begitu karena saya pun sesungguhnya, dalam kehidupan saya sering dihantui kekhawatiran. Dengan kata lain, saya tidak tahu kenapa kekhawatiran itu muncul. Ah, entahlah. Apa saja kekhawatiran saya?
Pertama, bila tak kerja lagi di kantor
Sebenarnya saya bisa saja membantah,”Untuk apa urusan kayak gini dikhawatirkan? Memangnya kalo loe gak kerja di kantor, lalu langit runtuh? Gak, kan? Sumber rezeki bukan hanya di kantor oi, Bung Cecep! Kamu, kok menuhankan kantor …” Duh!
Benar juga. Kata hati saya memang selalu begitu. Sayang, kata hati itu hanya menguap begitu saja. Ia tak saya ikuti. Ia hanya berputar di kepala. Tak pernah direalisasikan, paling tidak untuk saat ini. Jadi, itu kekhawatiran saya yang pertama: bila tak kerja lagi di kantor!
Kedua, kecelakaan di jalan.
Sudah tiga minggu saya tidak ngantor. Artinya saya work from home (WFH), sesuai anjuran pemerintah. Sebelum WFH, saya setiap hari ke kantor menggunakan motor. Setiap hari pula saya terus membayangkan: bagaimana bila suatu saat saya celaka ketika mengendarai motor?
Sebenarnya untuk apa saya membayangkan hal semacam itu, yang membuat saya khawatir itu? Tak tahulah. Pikiran saya memang mengalir begitu saja. Saya tak bisa membendungnya. Apakah itu termasuk pikiran negatif? Mungkin. Apakah hanya saya yang berpikir seperti itu?
Ketiga, anak sakit
Sakit itu alami. Sama halnya dengan sehat. Kalau gak sakit, ya sehat. Masa mau sehat terus? Atau sakit terus? Siapa yang sehat terus dan tak pernah sakit? Benar-benar tidak seimbang hidup ini bila kita hanya mengalami satu fase saja: sakit atau sehat. Tak pernah merasakan keduanya.
Iya betul. Tapi saat giliran saya ditanya: apa yang membuatmu khawatir selanjutnya? Saya akan jawab: ketika anak sakit. Maksud saya, saya khawatir kalau anak saya sakit. ‘Kalau’ itu belum terjadi, bukan? Kalau kejadian beneran? Ya khawatir saya bertambah, dunk.
Keempat, istri selingkuh
Ini mah karena saya sudah menikah. Kalau belum, mungkin khawatir sang pacar selingkuh. Untung, saya tak pernah punya pacar. Begitu menikah, justru saya khawatir: bagaimana kalau pasangan saya selingkuh? Ya, bagaimana? Siapa yang menjamin istrimu ‘baik-baik’ saja?
Kelima, salah didik anak
Saya tidak tahu, apakah cara saya mendidik anak benar? Memang saya berusaha benar, tapi out–put nya, itu masih misteri, bukan? Itu yang saya khawatirkan. Kadang-kadang saya mengesampingkan kekhawatiran itu, misal,”Gimana nanti!” Namun, sampai tulisan ini berakhir, kekhawatiran itu kian menjadi. *) Hasanisme