Ade ZM: PELAJARAN DARI BUMI

Kaitannya dengan tanah, manusia sebagai penghuni bumi, dalam pandangan Islam, sebagaimana banyak disebutkan dalam Al-Quran, diciptakan oleh Allah SWT dari tanah. Ada beberapa istilah yang digunakan dalam Al-Quran, yang tentunya masing-masing memilki makna tersendiri, yaitu thin: tanah (QS Al-An’am: 2, As-Sajdah: 7), thiin lazib: tanah liat yang melapuk (QS As-Shaffat:11), sulalatin min thin: saripati tanah (QS Al-Mu’minun:12), shalshalin min hama’in: tanah liat kering (QS Al-Hijr:14), shalshal kalfakhar: tanah kering seperti tembikar (QS Ar-Rahman:14).

Menurut para ilmuwan, tanah memiliki unsur-unsur yang diperlukan bagi proses kehidupan. Tanah mengandung banyak atau ataom atau unsur metal (logam) maupun metalloid (seperti logam) yang sangat diperlukan sebagai katalis dalam proses reaksi kimia, maupun biokimia untuk membentuk molekul-molekul organik yang lebih komleks. Contoh unsur-unsur itu antara lain: Besi (Fe), Tembaga (Cu), Kobal (Co), Mangan (Mn), Seng (Zn), Mollibden (Mo), Foron (B), Klor (Cl) dan sebagainya.    

Bacaan Lainnya

Jadi, ketika Iblis menyatakan bahwa dirinya yang tercipta dari api adalah lebih baik dari Adam yang tercipta dari tanah, hal tersebut adalah kesombogan, sekaligus juga memperlihatkan kebodohan Iblis. Anggapan bahwa api lebih baik daripada tanah, adalah tidak tepat. Kandungan unsur terdapat dalam tanah justru lebih lengkap dibandingkan dengan api.

Secara biologis dan unsur kimiawi, manusia memiliki kesesuaian dengan unsur-unsur bumi, sehingga manusia bisa hidup nyaman di muka bumi. Tanpa ada kesesuian itu, manusia tidak akan bisa bertahan hidup di bumi. Keselarasan itu harus dijaga, dengan cara senantiasa berbuat kebaikan dan menghindari berbuat kerusakan (al-fasad) di muka bumi. Kemafsadatan yang dilakukan manusia terhadap muka bumi, maka dampaknya akan dirasakan oleh manusia itu sendiri.

Kita diciptakan Allah SWT dari unsur-unsur bumi, selayaknya juga kita bisa berperilaku selaras dengan sifat dan karakter bumi, di antaranya adalah: Pertama,ketundukan kepada Allah SWT. Bumi berotasi pada porosnya dan dan berevolusi mengelilingi matahari, tanpa henti, tanpa sedikit pun melenceng dari garis orbitnya, tanpa pula mengurangi atau menambah kecepatan putarannya. Sedikit saja bumi bergeser dari garis orbitnya, mempercepat atau memperlambat putarannya akan menimbulkan perubahan suhu dan perubahan kompisisi kimia, serta ketidakseimbangan yang ada di dalamnya, itu akan berakibat fatal bagi kehidupan manusia.

Semua itu adalah bentuk totaitas kepatuhan dan ketundukan kepada Sang Maha Pencipta. Allah SWT menyebutkan dalam QS :  “Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun” (QS: Al-Isra: 44).

Bumi yang begitu besar, luas, dan kokoh, memiliki kekayaan yang melimpah, ia begitu patuh, taat dan ikhlas melaksanakan segala perintah Allah SWT. Tapi mengapa manusia yang begitu kecil dan lemah, justru berani malakukan perbuatan durhaka dan membangkang terhadap Sang Maha Pencipta. Sepatutnya semua gerak baik fisik, hati dan pikiran haruslah semuanya “thawaf”, patuh dan tunduk pada kekuasaan-Nya. Tidak boleh ada sedikit sikap pembangkangan dan kesombongan di dalam diri. Firman-Nya: “Walaa tamsyi fil ardhi maraha”, Janganlah kalian berjalan di muka bumi dengan sombong (QS Al-Isra: 37). Sikap pembangkangan dan kesombongan (abaa wastakbara) bukanlah karekter bumi yang senantiasa bertasbih dengan tanpa henti, tapi itu adalah sikap dan karakter yang bersumber dari Iblis.

Kedua, kelapangan. Bumi memiliki ukuran yang besar, terbesar keempat di tata surya. Saking besarnya ukuran bumi dibandingkan dengan ukuran tubuh manusia, bumi yang berbentuk bulat (ada juga yang berteori tentang flat earth) tampak seperti hamparan yang sangat luas tak terasa lengkungannya. Allah SWT berfirman dalam QS Al-Hijr: 19 “dan Kami telah hamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung..” Selain itu banyak ayat yang menjelaskan tentang luasnya bumi yang kita huni ini, di antaranya adalah mahdan (QS Thaha: 53, Az-Zukruf:10), Mihaada (An-Naba:6), Firaasya (Al-Baqarah:22), suthihat: dihamparkan (Al-Ghasyiyah: 20),  Bisathan (QS Nuh: 19).

Jika bumi memiliki ukuran yang sangat besar dan luas, sebenarnya manusia memiliki sesuatu yang bisa melebihi keluasan bumi, yaitu hati. Hati jika dihiasai dengan cinta, keikhlasan dan keridhaaan maka keluasannya bisa melebihi luasnya bumi, namun jika dipenuhi dengan kebencian, iri dan dengki, maka akan terasa sempit, menghimpit dan mencekik. Hati yang dihiasi cinta, akan mengalahkan keindahan taman apapun di muka bumi. Hati yang ikhlas akan lebih jernih dari air apapun yang paling jernih. Hati yang ridha, akan melebihi luasnya bumi.

Ketiga, menumbuhkan kebaikan.  Dengan segala unsur yang terkandung di dalamnya di tambah air dan oksigen, atas kuasa-Nya, bumi menumbuhkan beragam tumbuhan-tumbuhan dan buah-buahan yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia.  Firman Allah SWT dalam QS Al-Mukminun: 19: “Lalu dengan air itu, Kami tumbuhkan untuk kamu, kebun-kebun yang kamu peroleh buah-buahan yang banyak dan sebagian buah-buahan itu kamu makan”. Tanpa ada sesuatu yang ditumbuhkan oleh bumi, manusia tak akan memiliki sesuatu untuk di makan. Karena hewan pun makan sesuatu yang berasal bumi.

Apa yang ditumbuhkan bumi, tak semata dimakan oleh-orang saleh semata, orang-orang yang berbuat durhaka dan berbuat kerusakan kepada bumi pun menikmatinya. Tak peduli bumi dihina, diinjak dan disakiti, bumi tetap membalasnya dengan kebaikan. Seolah prinsipnya adalah memberikan kebaikan dan kemanfaat bagi siapapun, tak peduli orang lain berbuat berbuat jahat kepadanya.

Baginda Rasulullah SAW, ketika pergi ke Thaif untuk menyampaikan dakwahnya, alih-alih disambut dengan gembira, beliau malah diusir dan dilempari dengan batu oleh penduduk Thaif, sampai kaki beliau luka-luka dan berlumuran darah. Menyaksikan hal tersebut, datang malaikat Jibril dan malaikat penjaga gunung yang ada di sana menghapiri dan menawarkan kepada Nabi untuk membinasakan dan meretakan mereka dengan gunung.

Nabi tidak mengiyakan, malah beliau mengatakan bahwa mereka adalah kaum yang belum memahami. Selanjutnya Nabi pun mengatakan, walaupun mereka telah menolak dakwah Nabi untuk masuk Islam, itu tak mengapa. Nabi berharap dengan kehendak kelak dari rahim mereka terlahir orang-orang yang menyembah dan dan taat kepada  Allah SWT. Nabi tidak marah, benci dan ataupun dendam, malah Nabi mendoakan kebaikan bagi mereka.

Keempat, sabar dan kasih sayang. Lafad al-ardhu dalam bahasa Arab termasuk kategori yang berjenis perempuan (mu’anats). Hal tersebut dapat dilihat dalam penggunaan dhamir yang menunjukan kepada perempuan, seperti terlihat pada penggunaan ta ta’nits pada idzaa zulzilat (i)l-ardhu, wa idzal ardhu muddat, dan lain-lain. Dalam Bahasa Indonesia, kita mengenal istilah Ibu Pertiwi untuk menyebut tanah air atau negeri. Dalam lagu kebangsaan Indonesia Raya, terdapat lirik “di sanalah aku berdiri jadi pandu ibuku”. Tentu istilah ibu atau perempuan pada bumi bukanlah yang sesungguhnya, tapi itu adalah kiasan, (dalam bahasa Arab disebut mu’antas majazi). Namun demikian, tidak berarti itu tanpa makna.

Ibu adalah sosok yang mulia. Untuk menggambarkan kemuliaan seorang ibu, Rasul menyebutkan bahwa surga dibawah telapak kaki ibu, beliau juga mengatakan bahwa orang yang paling wajib dihormati adalah ummuka, ibumu. Rasul menyebutnya sampai tiga kali, baru kemudian bapak. Ibu memiliki sifat kasih sayang kepada anaknya yang tak terhingga. Sejak mulai dari rahim sampai dewasa, sang ibu merawat anaknya dengan penuh kesabaran dan kasih sayang.

Laksana seorang ibu, atas kuasa Allah SWT bumi memberikan semuanya untuk manusia. Baik kebutuhan sandang, pangan dan papan, serta apapun yang dibutuhkan manusia, semuanya tersedia pada bumi. Laksana seorang ibu pula, bumi pun memberikan kesejukan dan kenyamanan bagi manusia dan makhluk lainnya, walaupun manusia banyak justru  berbuat kerusakan terhadap bumi. Bumi dengan kesabarannya tetap menopang walau diinjak, memberi walau dimaki, diam walau disakiti.  Sifat sabar dan kasih sayang sejatinya juga dimiliki oleh manusia, sebagai makhluk yang paling sempurna diciptakan oleh Allah SWT.   Masih banyak pelajaran lain yang bisa kita ambil dan renungkan dari bumi dan alam raya ini. Semua itu adalah ayat kauniyah yang terhampar sebagai tanda-tanda kebesaran-Nya. Bertafakur tak sekedar merenung, tapi juga mencoba mendengar, memahami dan menghayati pesan-pesan-Nya yang dituliskan pada semesta alam. Wallahu a’lam.*)Ade ZM

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *