Seorang lelaki yang terlihat raut wajahnya gundah gulana menyimpan kesedihan datang kepada imam Hasan Basri, seorang ulama tabiin kota Bashrah. Seorang alim yang ilmunya sangat luas, menghabiskan waktu mulazamahnya dengan ulama sahabat yang juga sepupu Nabi, Ibnu Abbas yang masyhur dengan untaian doa nubuwwah اللهم فقه في الدين وعلمه التأويل “Ya Allah faqihkanlah ia dalam masalah agama dan alimkanlah dalam tafsir (makna Al Quran)”.
Beliau juga sangat mengagumi sahabat, sepupu dan menantu Nabi, Ali bin Abi Thalib. sahabat yang sangat raqiq (lembut) hati dan tutur katanya. Kelak kedekatan-kedekatan dengan para sahabat mulia inilah yang menjadikan Hasan bin Yasar yang kemudian lebih dikenal dengan Hasan Al-Bashri menjelma menjadi seorang alim yang menjadi rujukan umat, berani dalam dakwah bil lisan terhadap penguasa yang dzalim seperti Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi atau menyimpang dari jalan-Nya dan seorang saliq yang zuhud. Nasihat dan ilmunya sangat dinantikan oleh semua kalangan pada masanya…
Tatkala sampai di hadapan Imam Hasan Al-Bashri, lelaki tersebut yang masih menunjukan wajah gundahnya berucap lirih, “Wahai Abu Said (panggilan Imam Hasan Al-Bashri) aku tidak bisa bangun untuk melaksanakan qiyamullail, walaupun sudah dicoba berkali-kali”.
Sang Imam sejenak merenung dan memandangi tamunya yang kelihatan lebih menunduk sambil menahan kesedihan di raut wajahnya. sebuah pengakuan yang sangat menyentak nuraninya.
Dengan suara lembut dan penuh rasa cinta terhadap saudara, Imam Hasan Al-Bashri menasihati tamunya, “Wahai saudaraku segeralah engkau ber istigfar dan bertaubat kepada-Nya, karena ini adalah tanda-tanda keburukan, seseorang yang tidak mampu untuk melaksanakan qiyamulllail pasti dia sudah melakukan kemaksiatan. “Pungkas sang imam zuhud tersebut.
Inilah bentuk luapan-luapan hati umat yang terekam dalam kitab-kitab salafussolih. Apabila hati terasa gundah gulana atas urusan akhirat sekecil apapun maka mereka menemui ulamanya, meminta nasihat dan pandangannya. Mereka gundah apabila ada amalan sunnah mustahab (bukan amalan wajib) seperti qiyamullail yang tidak mampu dilaksanakan.
Betapa indahnya apabila hal-hal ini kembali terjadi di zaman sekarang. Apalagi di saat kita berhadapan dengan wabah covid-19 yang sudah menjadi pandemi. Umat merasa sedih dan gundah apabila tidak sempurna menunaikan amalan-amalan yang secara hukum fiqih tidak wajib/fardhu. Karena ketaatan seorang hamba kepada Khaliq adalah imun yang akan membentengi diri dan keluarganya.
Wabah ini sebenarnya sudah memberikan kepada kita begitu banyak ibrah dan pelajaran yang seharusnya menjadikan kita lebih baik dari sebelum munculnya. Menumbuhkan keyakinan bahwa betapa lemah kita dihadapan-Nya walaupun ketika hanya berhadapan dengan makhluk terkecil, virus. Menumbuhkan sikap optimis yang dianjurkan dalam bentuk optimalisasi ikhtiar. Menumbuhkan tawakkal hanya atas taqdir dan kuasa-Nya sesuatu akan menimpa kita, makhluk yang lemah. Wallahu a’alam
_____KH. Didi Muhammad Turmudzi (Pengasuh Ponpes Ibadurrahman Tasikmalaya)