Adhie Jho: Digitalisasi dalam Hati Nurani

Sedikit kita coba merambah ke dunia pendidikan di eranya covid-19 yang mempunyai efek besar saat ini bagi semua satuan pendidikan tanpa terkecuali.

Setelah terbitnya surat resmi dari Kementrian Pendidikan tentang Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di rumah, sontak semua disibukan dengan media digital. Karena kurang tepat apabila proses belajar mengajar dilakukan dengan berbalas surat bak di sinetron-sinetron tempo dulu. Imbasnya, semua di buat serba dadakan, tenaga pendidik mendesign model pembelajaran digital dan para generasi penerus bangsa ini menyiapkan berbagai macam tugas yang bertubi-tubi berbasis online.

Secara kasat mata memang metode digitalisasi ini begitu sangat relevan dengan perkembangan zaman di era milenial ini, apalagi untuk tingkatan Sekolah Menengah dan Perguruan Tinggi mereka sudah seharusnya menguasai metode ini dan tidak akan terlalu banyak menemukan kendala dalam pelaksanaanya.

Tapi khusus untuk tingkatan dasar dalam sepekan kita di buat kaget dengan cuitan-cuitan merdu para orang tua di berbagai media sosial dan kocar-kacirnya peserta didik yang belum mampu untuk belajar berbasis online. Tak sampai disitu, respon pun langsung bermunculan dari berbagai kalangan pemangku kebijakan termasuk Mas menteri Nadiem Makarim, memberikan arahan supaya kegiatan pembelajaran tidak memberatkan. Karena ini adalah keadaan darurat, sejuk bukan pernyataan dari pemangku kebijakan menyampaikan arahanya?.

Lantas apa yang terjadi?. Banyak tenaga pendidik yang memaksakan untuk men-digitalisasi-kan anak didiknya untuk belajar melalui media online, tak sedikit para pimpinan menekan anak buahnya untuk memberikan tugas online yang bertubi-tubi tanpa tau peruntukanya. Kemudian apakah semua siswa berasal dari kalangan mampu?. Apakah semua orang tua sama latar belakang pendidikanya?. Disini kita di uji tentang hati nurani, ini adalah kejadian luar biasa, semua dalam keadaan underpressure dan serba kekurangan karena keterbatasan dalam  melakukan aktifitas.

Semua pendidik sudah barang tentu mengetahui dan mengantongi beberapa teori dan pengalaman tentang masa perkembangan anak. Lantas apakah anak dengan usia dasar tingkat bawah bisa menggunakan media yang sedang in yaitu classroom/media yang lain?. Muncul sebuah pertanyaan kembali, “Yang belajar itu anak apa orang tua?”. Kembali hati nurani seorang pendidik di sentuh dengan begitu lembut.

Kita harus sepakat dan yakini bahwa semua pendidik tidak hanya berpangku tangan dalam menjalankan kewajibanya, semua bekerja sesuai porsinya masing-masing.

Kemudian akan menjadi suatu hal yang kontradiktif dilapangan, disatu sisi kita dituntut untuk menjaga immun tubuh agar tetap fit, namun disisi lain para siswa dan orang tua dibuat underpressure dengan berbagai macam tugas online. Bukannya kebugaran meningkat, malah immun tubuh yang akan terus menurun.

Solusi bermunculan dari berbagai pihak tentang metode pembelajaran yang berbasis online sehingga pendidikan itu akan didapatkan oleh semua generasi tanpa memberatkan. Kementerian Pendidikan baru meluncurkan program belajar di rumah lewat salah satu televisi nasional dan ini merupakan solusi luar biasa yang harus kita suppport bersama.

” Mudah- mudahan dengan salah satu solusi ini digitalisasi bersahabat dengan hati nurani”. *)Adhie Jho

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *